Robot Humanoid Dinilai Belum Berguna, Tapi Sudah Kebanjiran Dana Triliunan, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia teknologi diselimuti euforia terhadap perkembangan robot humanoid robot yang dirancang menyerupai manusia baik secara bentuk maupun perilaku. Berbagai perusahaan teknologi besar berlomba-lomba mengembangkan robot dengan kemampuan berjalan, berbicara, mengenali wajah, bahkan melakukan pekerjaan dasar. Tak tanggung-tanggung, investasi yang mengalir ke sektor ini mencapai triliunan rupiah.
Namun, di tengah gemerlapnya janji teknologi masa depan, sejumlah pakar kecerdasan buatan dan robotika justru menyuarakan kekhawatiran. Mereka menyebut bahwa robot humanoid saat ini masih belum benar-benar berguna secara fungsional, apalagi dalam skala industri atau kehidupan sehari-hari.
Pertanyaannya: Mengapa robot yang belum berguna bisa mendapat pendanaan besar?
Apa Itu Robot Humanoid dan Mengapa Begitu Hype?
Robot humanoid adalah jenis robot yang dirancang menyerupai manusia, baik dari segi penampilan maupun cara bergeraknya. Tujuannya adalah untuk menciptakan mesin yang dapat berinteraksi lebih natural dengan manusia, serta mampu melakukan tugas-tugas di lingkungan manusia, seperti rumah, kantor, atau pabrik.
Beberapa contoh robot humanoid yang populer antara lain:
-
Optimus (buatan Tesla)
-
Atlas (buatan Boston Dynamics)
-
Ameca (robot ekspresif dari Engineered Arts)
-
Figure 01 (dari startup Figure AI, yang mendapat pendanaan besar dari investor Silicon Valley)
Video-video demonstrasi robot-robot ini kerap viral di media sosial karena menampilkan kecanggihan luar biasa: mulai dari gerakan atletik, ekspresi wajah yang realistis, hingga kemampuan menjawab pertanyaan.
Tapi menurut para pakar, di balik pertunjukan itu, masih banyak batasan nyata.
Pakar: “Robot Humanoid Belum Memberikan Nilai Nyata”
Dalam wawancara dengan sejumlah media teknologi internasional, pakar robotika dari MIT dan Stanford menyebut bahwa meski tampak memukau, robot humanoid masih jauh dari kata berguna secara praktis.
Beberapa alasan utamanya:
-
Kompleksitas Pergerakan Manusia Sulit Ditiru
Robot memang bisa berjalan, tapi belum seefisien manusia dalam menavigasi medan tidak rata, membawa beban, atau bekerja di lingkungan tidak terstruktur. -
Energi dan Daya Baterai
Robot humanoid membutuhkan energi besar untuk menjalankan motor dan aktuator di seluruh tubuhnya. Ketahanan baterainya masih rendah, sehingga tidak praktis digunakan dalam durasi lama. -
Harga Produksi Sangat Tinggi
Biaya untuk membangun satu unit robot humanoid bisa mencapai miliaran rupiah, membuatnya belum cocok untuk diproduksi massal. -
AI yang Belum Adaptif
Kecerdasan buatan pada robot masih sangat terbatas. Mereka bisa menjawab pertanyaan atau melakukan gerakan tertentu, tapi belum bisa benar-benar berpikir fleksibel seperti manusia.
Lalu, Mengapa Investor Tetap Suntik Dana Triliunan?
Meski belum “berguna” secara nyata, investor besar tetap antusias mengucurkan dana ke proyek-proyek robot humanoid. Ada beberapa faktor yang mendorong ini:
1. Potensi Pasar Masa Depan
Investor meyakini bahwa seiring kemajuan AI dan efisiensi produksi, robot humanoid akan menggantikan tenaga kerja manusia di berbagai sektor, mulai dari manufaktur, perawatan lansia, hingga layanan pelanggan.
2. Gengsi Teknologi
Perusahaan seperti Tesla, Amazon, dan Nvidia tak ingin tertinggal dalam "perlombaan humanoid". Mereka melihat robot sebagai simbol pencapaian teknologi tinggi, yang bisa meningkatkan valuasi perusahaan di mata publik dan investor.
3. Dampak Media dan Marketing
Demo robot yang berjalan, berbicara, atau menari sangat mudah viral. Ini memberi keuntungan media dan menarik perhatian publik serta investor umum.
4. Dorongan Pemerintah dan Militer
Beberapa negara bahkan mulai mengeksplorasi robot humanoid untuk keperluan militer dan pertahanan. Ini membuka peluang proyek jangka panjang yang sangat besar.
Masa Depan: Antara Potensi Besar dan Risiko Gagal
Sejumlah pihak optimis bahwa robot humanoid akan menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia dalam 10–20 tahun ke depan, terutama jika penggabungan AI generatif, vision system, dan baterai teknologi terus mengalami lompatan besar.
Namun, jika tak ada kemajuan signifikan dalam beberapa tahun ke depan, proyek-proyek ini bisa kehilangan kepercayaan investor dan mengalami nasib serupa seperti “bubble dot-com” di era 2000-an banyak janji, sedikit hasil.
Heboh Robot Humanoid, Haruskah Kita Optimis?
Saat ini, robot humanoid lebih banyak berfungsi sebagai demonstrasi teknologi daripada solusi nyata. Para pakar mengingatkan agar publik dan investor tetap kritis dan realistis, tidak sekadar terpukau oleh visual yang mengesankan.
Namun, sejarah teknologi menunjukkan bahwa banyak inovasi besar memang lahir dari tahap-tahap awal yang tampak “tidak berguna”. Komputer dulu pernah dianggap mainan mahal. Begitu juga dengan smartphone.
Jadi, apakah robot humanoid akan bernasib sama? Waktu yang akan menjawab. Yang jelas, triliunan rupiah telah ditaruh di atas meja dan semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya dari para raksasa teknologi.